Keuntungan menggunakan chip adalah lebih efisien, multiaplikasi.
VIVAnews - Pemegang kartu kredit yang kartu kreditnya belum menggunakan chip tampaknya harus berpikir ulang menggesekkan kartunya. Mulai 1 Januari 2010 kartu kredit yang masih menggunakan magnetis akan ditolak.
Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No 11/11/2009 tanggal 13 April 2009. Dalam aturan itu diwajibkan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) wajib melakukan kesamaan teknologi.
Penggantian chip ini sebenarnya telah dirancang pada 2007 alasan dasar mengapa penggunaan chip adalah untuk lebih melindungi nasabah. Pada 2007 banyak terjadi fraud (penipuan). Awalnya BI memberlakukan ketentuan ini pada 2009, namun kesepakatan bersama dengan penerbit diberlakukan pada awal Januari 2010.
"Kartu chip memiliki tingkat security yang lebih tinggi karena mempunyai kemampuan lebih canggih," kata Deputi Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI YF Sri Suparno di Jakarta, Selasa 29 Desember 2009.
Ketika melakukan transaksi, kartu kredit chip di dip (dimasukkan) ke dalam Electronic Data Capture (EDC) berbeda dengan kartu kredit magnetis yang digesek ke EDC. Keuntungan menggunakan chip adalah lebih efisien, multiaplikasi sehingga fungsi dari beberapa kartu dapat digabung. Sementara ketentuan ini tidak berlaku bagi kartu kredit yang diterbitkan di luar negeri.
Menurut dia, rata-rata penerbitan kartu chip yang telah dilakukan 99,6 persen, atau 0,4 persen masih menggunakan magnetis. Dari total 10,262 juta kartu kredit yang ada, 10,221 juta telah tercetak dalam bentuk chip.
Penerbit kartu chip yang terendah yaitu 91 persen, atau 11 persen masih menggunakan magnetis, dan jumlahnya hanya belasan ribu. Untuk penggunaan EDC yang sudah teraplikasi untuk kartu chip adalah 83,79 persen, atau 184.334 dari 219.998 EDC.
READ MORE >>
VIVAnews - Pemegang kartu kredit yang kartu kreditnya belum menggunakan chip tampaknya harus berpikir ulang menggesekkan kartunya. Mulai 1 Januari 2010 kartu kredit yang masih menggunakan magnetis akan ditolak.
Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No 11/11/2009 tanggal 13 April 2009. Dalam aturan itu diwajibkan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) wajib melakukan kesamaan teknologi.
Penggantian chip ini sebenarnya telah dirancang pada 2007 alasan dasar mengapa penggunaan chip adalah untuk lebih melindungi nasabah. Pada 2007 banyak terjadi fraud (penipuan). Awalnya BI memberlakukan ketentuan ini pada 2009, namun kesepakatan bersama dengan penerbit diberlakukan pada awal Januari 2010.
"Kartu chip memiliki tingkat security yang lebih tinggi karena mempunyai kemampuan lebih canggih," kata Deputi Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI YF Sri Suparno di Jakarta, Selasa 29 Desember 2009.
Ketika melakukan transaksi, kartu kredit chip di dip (dimasukkan) ke dalam Electronic Data Capture (EDC) berbeda dengan kartu kredit magnetis yang digesek ke EDC. Keuntungan menggunakan chip adalah lebih efisien, multiaplikasi sehingga fungsi dari beberapa kartu dapat digabung. Sementara ketentuan ini tidak berlaku bagi kartu kredit yang diterbitkan di luar negeri.
Menurut dia, rata-rata penerbitan kartu chip yang telah dilakukan 99,6 persen, atau 0,4 persen masih menggunakan magnetis. Dari total 10,262 juta kartu kredit yang ada, 10,221 juta telah tercetak dalam bentuk chip.
Penerbit kartu chip yang terendah yaitu 91 persen, atau 11 persen masih menggunakan magnetis, dan jumlahnya hanya belasan ribu. Untuk penggunaan EDC yang sudah teraplikasi untuk kartu chip adalah 83,79 persen, atau 184.334 dari 219.998 EDC.